Berkembangnya teknologi informatika di zaman ini membuat pertumbuhan tren investasi digital secara global menjadi tidak terelakkan lagi. Di Indonesia sendiri, PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (PT KSEI) mencatat bahwa terdapat peningkatan jumlah investor pasar modal di Indonesia pada akhir tahun 2020 sebesar 56% lebih banyak dari tahun sebelumnya.1 Salah satu hal yang mendorong peningkatan ini adalah kemudahan yang ditawarkan dalam berinvestasi secara digital, sehingga hal ini menjadi menarik terutama bagi kaum milenial.2 Namun, di samping itu timbul pula masalah terkait dengan investasi digital ini. Misalnya, seperti kasus investasi saham bodong Jouska yang terjadi di pertengahan tahun 2020 lalu, yang mana salah satu klien Jouska dirugikan setelah menggunakan jasa financial planning mereka. Yang menarik dari jasa financial planning Jouska tersebut adalah adanya penyetoran dan penghimpunan dana dari klien, yang mana menurut Andhika Deskartes3 seharusnya hanya sebatas memberikan konsultasi finansial saja tanpa harus menyetor uang. Hal tersebut diperparah dengan fakta bahwa pelaksanaan jasa tersebut dilakukan tanpa izin dari pihak yang berwenang serta lisensi dari lembaga sertifikasi.4
Lantas, dari permasalahan tersebut dapat kita tarik beberapa pokok masalah untuk kita bahas, yaitu: Pertama, bagaimana UU mengatur kegiatan jasa perinvestasian di Indonesia? Kedua, apa prinsip mendasar untuk berinvestasi yang perlu diketahui khalayak untuk menghindari jasa investasi bodong semacam itu?
Terkait dengan perinvestasian ini, jargon dan prinsip yang selama ini digaungkan oleh OJK yang mesti kita pahami dan terapkan adalah “Legal dan Logis.” Kata “legal” secara harfiah dapat diartikan sebagai kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan atau hukum. Apabila dikaitkan dengan konteks pembahasan kita saat ini, maka “legal” dapat diartikan sebagai kesesuaian pelaksanaan investasi dengan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, secara umum terdapat empat Undang-Undang yang mengatur mengenai usaha penghimpunan dana masyarakat dan perinvenstasian, yaitu:
- UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan: Bank diartikan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Ps. 1 ayat (1)). Simpanan tersebut berbentuk giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu (Ps. 1 ayat (6)).
- UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal: Pasar Modal diartikan sebagai kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum (public offering) dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek. Efek sendiri merupakan surat berharga berupa surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek (Ps. 1 ayat (5)).
- UU No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK): PBK merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan jual beli komoditi dengan penyerahan kemudian berdasarkan kontrak berjangka dan opsi atas kontrak berjangka.
- UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian: asuransi tidak hanya sebatas kepada perlindungan/proteksi atas risiko saja, namun terdapat produk asuransi yang juga meliputi investasi (unit-linked insurance).
Pemaparan di atas secara implisit menyatakan bahwa untuk melaksanakan kegiatan usaha investasi, apapun itu bentuknya, aspek terpenting yang harus diperhatikan adalah legalitas perusahaan, seperti pendaftaran dan izin. Kegiatan usaha terkait investasi apapun itu bentuknya harus didaftarkan dan memiliki izin, yang mana perizinan tersebut diwajibkan dan diatur melalui perundang-undangan. Misal, terkait perizinan perusahaan efek perizinan akan tunduk kepada peraturan yang lebih khusus, yaitu Peraturan OJK No. 20 /POJK.04/2016 tentang Perizinan Perusahaan Efek, yang mana hal ini telah diamanatkan dalam peraturan yang lebih tinggi yakni dalam Pasal 6 UU Pasar Modal:5
- Ayat (1): Yang dapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai Bursa Efek adalah Perseroan yang telah memperoleh izin usaha dari Bapepam.
- Ayat (2): Persyaratan dan tata cara perizinan Bursa Efek sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Praktik perinvestasian tidaklah hanya terbatas kepada bentuk yang diatur dalam perundang-undangan di atas saja. Dalam praktiknya seringkali, walaupun tidak selalu, investasi ini dilakukan dalam bentuk lain, seperti dengan menggunakan skema piramida yang diatur dalam UU No 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Di samping itu terdapat suatu skema yang mirip dengan skema piramida, yaitu skema ponzi. Berbeda dengan skema piramida, skema ponzi umumnya dilakukan tidak dengan menjual suatu produk, namun hanya mengumpulkan dana dari para investor baru untuk membayar investor lama.6 Namun, terkait dengan investasi dengan skema ponzi ini belum ada perundang-undangan yang mengatur secara khusus, sehingga dalam praktiknya seringkali digunakan/dikaitkan dengan UU di atas.7
Aspek selanjutnya yang akan dibahas adalah aspek “logis.” “Logis” dapat diartikan bahwa perinvestasian harus sesuai dengan logika, dalam kata lain masuk akal. Investasi membutuhkan pertimbangan yang matang dan kehati-hatian karena akan melibatkan uang milik investor, sehingga akan penting untuk terlebih dahulu prinsip-prinsip dasar investasi sebelum berinvestasi, yaitu:8
- Uang memiliki nilai waktu (pertambahan tingkat inflasi dan suku bunga harus dipertimbangkan saat berinvestasi);
- Prinsip risiko/risk vs pengembalian/return (semakin tinggi pengembalian, semakin tinggi risiko);
- Investasi yang terdiversifikasi dapat mengurangi risiko/risk;
- Pasar keuangan itu efisien dalam menentukan harga sekuritas;
- Perbedaan kepentingan antara para pihak dalam investasi (investor dengan manager perusahaan, misal) sangat mungkin terjadi;
- Reputasi perusahaan itu penting dalam berinvestasi.
Sudah menjadi suatu hal yang lumrah bagi manusia untuk mendapatkan untung sebesar-besarnya, sehingga informasi dalam perinvestasian merupakan suatu yang fundamental, walaupun pada kenyataannya adalah suatu keniscayaan bahwa semakin tinggi pengembalian dalam suatu investasi, maka semakin tinggi risiko investasi tersebut. Berbicara mengenai risiko, sesuai dengan prinsip-prinsip di atas, itu adalah suatu hal yang penting untuk dipertimbangkan, baik saat sebelum maupun sesaat melakukan investasi. Risiko adalah ketidakpastian di masa depan dalam berinvestasi.9 Misal, ketika seseorang menyetorkan uang untuk berinvestasi dalam jangka panjang, maka bisa saja suatu saat ia (investor/investee) mengalami pailit, investee bermasalah secara hukum atau finansial, atau terjadi resesi ekonomi. Maka dari itu, akan sangat penting bagi kita untuk sangat berhati-hati dalam berinvestasi. Misalnya, dengan tidak mudah tergiur dengan iming-iming pengembalian yang cepat dengan jumlah yang besar serta memeriksa legalitas investee yang bersangkutan sebelum memutuskan untuk berinvestasi terlebih dahulu. Di samping itu, ketika seseorang memutuskan untuk melakukan investasi, maka akan menjadi suatu pilihan yang bijak untuk meminimalisir risiko investasi tersebut dengan tidak “menaruh telur dalam satu keranjang,” atau dalam artian membagi modal investasi dan menginvestasikannya ke pada beberapa jenis investasi dalam proporsi tertentu dengan tetap mempertimbangan risiko dari masing-masing jenis investasi tersebut.
Daftar Referensi:
- Qonita Azzahra, “Dominasi Milenial dalam Tren Investasi Digital,”, diakses pada 27 Maret 2021.
- Ibid.
- Virdita Rizki Ratriani, “Belajar dari Kasus Jouska, Ini Ruang Lingkup Financial Planner dan Financial Advisory,”, diakses pada 27 Maret 2021.
- Syahrizal Sidik, “Praktek Investasi Jouska Mengarah kepada Fraud!,”, diakses pada 27 Maret 2021.
- Berdasarkan Pasal 55 UU No. 21/2011 tentang OJK: fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya serta perbankan beralih ke OJK.
- Kate Tudor, 2019, Fraudulent Investment Schemes: A study of Illicit Entrepreneurship in Late-Capitalism, Tesis Doktoral, University of Sunderland.
- Siaran Pers OJK 110/DKNS/OJK/XI/2016.
- R. W. Melicher dan E. A. Norton, 2017, Introduction to Finance, Wiley, USA, hlm 8.
- Ibid.