Tanggungjawab Pribadi Direksi atas Kelalaian dalam Pengurusan Perseroan

Tanggungjawab Pribadi Direksi atas Kelalaian dalam Pengurusan Perseroan

Perseroan Terbatas (Perseroan) didefiniskan sebagai badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.1 Perseroan Terbatas sebagai badan usaha berbentuk badan hukum cukup banyak diminati oleh pengusaha dalam membangun dan menjalankan usahanya. Tidak sedikit pengusaha yang merubah bentuk badan usaha yang sebelumnya tidak berbentuk badan hukum menjadi badan hukum. Konsep pemisahan hak, kewajiban, harta kekayaan antara Perseroan sebagai badan hukum dengan pemegang saham sebagai pemilik menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengusaha.2

Perseroan Terbatas sebagai badan usaha berbentuk badan hukum dengan sendirinya dianggap menjadi subjek hukum yang mandiri sama seperti manusia biasa. Sehingga, Perseroan memiliki hak, kewajiban serta harta kekayaannya sendiri sebagai badan hukum yang terpisah dari pemiliknya. Di sisi lain, Perseroan dapat secara bebas melakukan perbuatan hukum dengan pihak ketiga. Seperti, melakukan transaksi jual-beli, membuat pinjaman kepada bank, bahkan menggugat atau digugat. Tetapi, perlu diingat bahwa Perseroan sebagai subjek hukum dianggap seperti manusia biasa, ia tidak bisa bergerak secara sendiri seperti manusia biasa.3 Diperlukan organ yang akan bertindak untuk dan atas nama Perseroan itu sendiri dalam melakukan perbuatan hukum. 4

Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT), terdapat tiga organ dalam Perseroan yang memiliki kewenangan yang berbeda. Pertama, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). RUPS adalah organ dalam Perseroan yang memiliki kewenangan yang tidak diberikan kepada Direksi dan Dewan Komisaris. Seperti, mengubah anggaran dasar, mengganti dan/atau mengangkat Direksi dan Komisaris, dan lain-lain.5 Kedua, Direksi. Direksi memiliki kewajiban dan kewenangan yang terbagi atas dua fungsi, yaitu fungsi manejemen dan representasi..6 Fungsi manajemen Direksi dalam Perseroan adalah melakukan pengurusan sehari-sehari atas operasional, kegiatan usaha, dan lain-lain. Sedangkan, fungsi representasi Direksi adalah mewakili Perseroan dalam melakukan hubungan hukum dengan pihak ketiga, dan bahkan mewakili perseroan untuk hadir di pengadilan. Ketiga, Dewan Komisaris. Dewan Komisaris memiliki kewajiban dan kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap pengurusan Direksi dalam Perseroan.

Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa tiap-tiap organ memiliki peran yang berbeda dalam Perseroan. Namun, timbul pertanyaan yang berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada salah satu organ dalam Perseroan, yaitu Direksi. Dalam UUPT, Direksi diberikan kewenangan dan bertanggung jawab secara penuh atas pengurusan yang dilakukan dalam Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan, serta berhak mewakili Perseroan di dalam maupun luar pengadilan. Apabila Direksi dalam menjalankan kewenangan yang telah diberikan alih-alih menimbulkan keuntungan, malah menimbulkan kerugian,

“Apakah Direksi dapat bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian yang timbul karena kelalaiannya dalam melakukan pengurusan Perseroan?”

Sejatinya, Direksi diberikan tugas dan tanggung jawab untuk menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.7 Direksi telah menerima amanah atau kepercayaan dari pemegang saham untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabanya dengan itikad baik dan penuh kehati-hatian.8 Sehingga, Direksi dalam melakukan pengurusan dan mengambil keputusan tidak boleh ceroboh atau lalai. Di sisi lain, tidak boleh ada benturan kepentingan dalam diri pribadi Direksi ketika menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Dengan kata lain, Direksi dalam melakukan pengurusan dan mengambil keputusan tidak diperbolehkan untuk mengambil keuntungan pribadi untuk dirinya sendiri. Dalam konsep hukum perseroan di negara common law, kewajiban Direksi untuk hati-hati disebut dengan prinsip duty of care dan kewajiban Direksi untuk tidak mengambil keuntungan pribadi atas perseroan disebut dengan prinsip duty of loyalty. Pelanggaran atas dua prinsip tersebut berimplikasi kepada tanggung jawab Direksi dalam Perseroan, dimana Direksi dapat diminta pertanggung jawaban secara pribadi atas perbuatan atau pengurusan yang dilakukan.

Dalam konteks UUPT, setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya.9 Dimana Direksi wajib dalam melaksanakan pengurusan Perseroan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Namun, terdapat beberapa kondisi yang apabila dapat dibuktikan, maka Direksi tidak dimintakan pertanggung jawaban secara pribadi atas kerugian yang dialami oleh perseroan. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut:10

a) Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaianya;

b) Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;

c) Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan

d) Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlajutnya kerugian tersebut;

Berdasarkan konstruksi pasal diatas, dapat ditarik 2 (dua) kesimpulan terkait tanggung jawab pribadi Direksi. Pertama, apabila salah satu hal tersebut dapat dibuktikan, maka Direksi tidak dapat diminta pertanggung jawaban secara pribadi atas kerugian yang dialami oleh Perseroan. Kedua, apabila salah satu tersebut tidak dapat buktikan, maka Direksi dapat diminta pertanggung jawaban secara pribadi atas kerugian yang timbul dalam perseroan. Dalam konteks kelalaian, apabila dapat dibuktikan bahwa kerugian yang dialami Perseroan timbul karena kelalaian Direksi, maka Direksi dapat diminta pertanggung jawaban secara pribadi. Sebagai contoh, dimisalkan Direksi dalam melakukan investasi dengan tujuan untuk ekspansi tidak menerapkan prinsip kehati-hatian. Direksi tidak melakukan uji tuntas (legal due diligence) atau menggali informasi dari objek investasi tersebut secara tekun dan seksama. Apabila investasi tersebut menimbulkan kerugian bagi Perseroan, maka Direksi dapat diminta pertanggung jawaban secara pribadi.

Daftar Referensi:

  1. Pasal 1 Ayat 1, Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
  2. Johari Santoso, Perseroan Terbatas sebagai Institusi Kegiatan Ekonomi yang Demokratis, Jurnal Hukum No. 15 Vol. 7. Desember 2000.
  3. Ridwan Khairandy, 2009, Perseroan Terbatas: Doktrin, Peraturan Perundang-Undangan, dan Yurisprudensi, Yogyakarta, Total Media, Yogyakarta
  4. Ibid.
  5. Ibid.
  6. Ibid
  7. Pasal 92, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
  8. Pasal 97, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
  9. Pasal 93, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
  10. Pasal 97, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Ditulis Oleh
Editor
Muhamad Hafizh Akram
UGM Law Student
Linkedin: Muhamad Hafizh Akram
BantuHukum
Di BantuHukum, kami percaya bahwa siapapun berhak untuk mendapatkan akses layanan hukum yang mudah dan terjangkau. Kami menyediakan layanan konsultasi bersama opini hukum (Legal Opinion) dan pembuatan perjanjian (Contract Drafting) yang dapat mendukung urusan pribadi, keluarga ataupun usaha anda. Dalam memberikan layanan terbaik, BantuHukum didukung oleh praktisi hukum profesional dan telah berpengalaman di bidang jasa hukum.
Kontak kami
Email:
bantuhukumweb@gmail.com
Whatsapp:
+62812-8901-0550
Sosial Media